Pers Freedom atau yang kita kenal sebagai kebebasan Pers selalu menjadi topik hangat yang layak untuk terus diperbincangkan. Kebebasan Pers selalu mengalami perubahan dari masa ke masa, waktu ke waktu. Dapat kita lihat pada masa Orde Baru-Reformasi sekarang.
A. Masa Orde Baru
Pada masa orde baru pers mengalami trauma, kebebasan pers tidak diauki, kebebasan unuk menyatakan pendapat melalui lisan ataupun tulisan yang diatur di dalam Undang-Undang pun tidak berpengaruh pada masa Orde Baru. Pada awal masa orde baru pemerintah menjanjikan adanya kebebasan, keterbukaan, dan hal itu membawa angin segar kepada masyarakat untuk mengubah keterpurukan di masa orde lama. Pers mendapat berbagai tekanan dari pemerintah, tidak ada kebebasan dalam menerbitkan berita-berita miring seputar pemerintah. Bila ada maka media massa tersebut akan mendapatkan peringatan keras dari pemerintah yang tentunya akan mengancam penerbitannya. Pada masa orde baru, segala penerbitan di media massa berada dalam pengawasan pemerintah yaitu melalui departemen penerangan. Bila ingin tetap hidup, maka media massa tersebut harus memberitakan hal-hal yang baik tentang pemerintahan orde baru. Contohnya pada kasus Malari. peristiwa Malari tersebut menyebabkan Pers di Indonesia makin terpuruk. Pembredelan terhadap 3 Media Massa menjadi cikal bakal pemberontakan Mahasiswa, dan wartawan. Dan tahun 1998 merupakan puncak dari kemarahan wartawan dan masyarakat, yang menyebabkan kerusuhan besar-besaran yang pada akhirnya menggulingkan Rezim Soeharto. Pers seakan-akan dijadikan alat pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya, sehingga pers tidak menjalankan fungsi yang sesungguhnya yaitu sebagai pendukung dan pembela masyarakat.
B. Masa Reformasi
Sehabis penggulingan kekuasaan Soeharto, BJ Habibie sempat menggantikan kekosongan pemerintahan. Dan pada masa Presiden Habibie ini sudah tidak ada lagi yang namanya izin penerbitan, dimana pers tidak harus menelpon dan meminta izin ketika akan melakukan penerbitan suatu berita. Kemunduran pemerintahan Soeharto lah yang menjadi cikal bakal kebebasan pers sampai sekarang. Pada masa ini Pers sudah bukan lagi musuh negara, negara tidak mempersulit kebebasan para pers untuk menyampaikan aspirasi mereka, tetapi semua itu juga harus dapat dipertanggungjawabkan. Kita dapat melihat perbedaan kebebasan pers pada masa orde baru dan sekarang ialah, sekarang pers dapat mengkritik pemerintahan Ibu Megawati dan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono dengan bebasnya. Hal tersebut tidak dapat dilakukan pada masa Orde Baru, pada masa Orde Baru apabila ada wartawan yang berani menulis mengenai kebobrokan pemerintahan maka wartawan tersebut akan ditangkap dan tidak diketahui keberadaannya. Musuh dari pers sendiri bukanlah negara lagi melainkan masyarakat, contohnya seperti : FPI, KPI. Ormas-ormas masyarakat tersebut merasa bahwa kebebasan yang dimiliki pers terlalu meresahkan dan terkadang tidak dapat dipertanggung-jawabkan. Sekarang ini yang disayangkan kebebasan Pers tertahan dan dikendalikan oleh pemilik media. Hal ini dampak nyata pada kasus Lapindo yang disebabkan oleh pengeboran minyak oleh Bakrie. Bakrie yang merupakan pemilik media dari TV One, dan tentu saja TV ONE tidak mungkin menyiarkan bahwa kasus tersebut kesalahan Lapindo Brantas tetapi hanyalah bencana alam. Menurut saya kebebasan dunia pers saat ini tidak terkendali. Malah terlalu bebas dan berlebihan. Sehingga siapa pun bisa menjadi wartawan dan siapun bisa menulis apa saja yang mereka suka dalam media massa. Seharusnya pers saat ini memegang prinsip kebebasan yang terbatas. Jadi pers harus tetap memegang prinsip-prinsip jurnalis dan kote etik wartawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar